Data Pribadi Indonesia Dijual ke AS: Bisnis Menggiurkan atau Ancaman Kedaulatan Digital?
Jakarta, Juli 2025 – Di era digital, data adalah kekuatan baru. Tapi ketika data pribadi warga Indonesia mengalir ke Amerika Serikat (AS) lewat kesepakatan dagang, muncul pertanyaan besar: Siapa sebenarnya yang diuntungkan?
Data = Emas Digital, Tapi Siapa yang Menambangnya?
Pakar Keamanan Siber CISSReC Pratama Persadha tegas menyatakan: "Data sekarang setara dengan minyak atau emas—komoditas strategis yang diperebutkan negara-negara besar."
Faktanya, AS—yang belum memiliki undang-undang perlindungan data seketat Uni Eropa (GDPR)—akan dengan leluasa mengakses data pribadi jutaan warga Indonesia. "Ini berisiko tinggi," tegas Persadha. "Korporasi teknologi dan bahkan lembaga intelijen AS bisa memanfaatkannya tanpa kontrol ketat."
Mengapa Data Begitu Berharga?
Bayangkan: Internet menyimpan 5 juta terabyte data, setara dengan 5-10 triliun buku 500 halaman. Data ini adalah bahan bakar AI, iklan digital, hingga kebijakan politik.
Perusahaan menggunakannya untuk prediksi pasar.
Pemerintah memanfaatkannya untuk kebijakan publik.
Aktor jahat bisa menyalahgunakannya untuk manipulasi atau penipuan.
Tapi kini, data Indonesia—termasuk riwayat belanja, lokasi, bahkan preferensi politik—bisa dikendalikan oleh entitas asing.
Transfer Data Lintas Negara: Peluang atau Jebakan?
Kesepakatan dagang Indonesia-AS membuka keran aliran data bebas. Namun, tanpa regulasi ketat, risiko penyalahgunaan semakin tinggi.
AS tidak punya UU perlindungan data federal seperti GDPR di Eropa.
Perusahaan seperti Google, Meta, dan Amazon bisa mengumpulkan data lebih leluasa.
Keamanan data warga Indonesia bergantung pada kebijakan perusahaan AS.
"Kita seperti memberi bahan baku gratis, lalu membeli produk jadi dengan harga mahal," kritik seorang analis digital.
Mana yang Lebih Penting: Ekonomi atau Privasi?
Pemerintah mungkin melihat ini sebagai peluang investasi digital. Tapi di sisi lain:
Apakah warga Indonesia sadar datanya diperjualbelikan?
Siapa yang menjamin data tidak bocor atau disalahgunakan?
Jika data adalah emas baru, mengapa kita tidak kuasai sepenuhnya?
"Ini bukan sekadar urusan bisnis, tapi kedaulatan digital," tegas Persadha.
Pertanyaan Kritis untuk Pembaca:
Setujukah Anda jika data pribadi Anda diperdagangkan ke luar negeri?
Haruskah Indonesia punya UU ketat seperti GDPR sebelum ekspor data?
Siapa yang paling diuntungkan dari kesepakatan ini: rakyat atau korporasi?
#DataAdalahEmas #KedaulatanDigital #IndonesiaVsAS